Minggu, 18 Januari 2015

Tugas 4 Softskill - INTERNET ADDICTION DISORDER

INTERNET ADDICTION DISORDER

A.    Peran Internet dalam Mediasi serta Hubungannya dengan Kondisi Consciousness dan Collective Unconsciousness. 
Setelah kita mengetahui penjelasan mengenai The Global Brain, kali ini pembahasan selanjutnya adalah tentang Peran Internet sebagai Mediasi yang memungkinkan terbentuknya berbagai model atau kondisi consciousness dan dapat pula yang collective unicosiouness. Dalam arti Model of Consciousness adalah penjelasan teoritis yang menghubungkan antara bagian kesadaran dalam otak manusia dan fenomena kesadaran. Kesadaran menurut Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran selalu terarah pada etre-en-sio (ada-begitu-saja) atau berhadapan dengannya. Situasi dimana kesadaran berhadapan oleh Sartre disebut etre-pour-soi (ada-bagi-dirinya). Sedangkan pengertian Model Collective Unconsciousness adalah bagian dari psikoanalisis yang dikemukakan oleh Carl Jung, Collective Unconsciousness adalah bagian dari unconscious mind yang terdapat di dalam manusia dan semua bentuk kehidupan yang memiliki sistem saraf, dan menjelaskan seperti apa itu struktur dari psyche yang secara otomatis mengorganisir berbagai macam pengalaman. Atau dalam kata lain sebagai seperangkat keyakinan bersama, gagasan dan sikap moral yang yang beroperasi sebagai kekuatan pemersatu dalam masyarakat.Jadi dapat di ketahui pemahaman tentang internet itu mempunyai peran yang besar juga untuk sebagai mediator dalam terbentuknya berbagai model consciousness yang juga mendorong terbentuknya collective unconsciousness, karena kita dapat melakukan aplikasi internet ini dengan mudah dan parktis untuk mengakses berbagai macam informasi dari seluruh dunia.
Jadi kita juga termasuk hidup yang beruntung karena hidup dijaman moderen yang serba sudah dan dengan ada munculnya berbagai model consciousness karena literatur yang mudah didapat tentu saja akan menggiring kita secara tidak sadar telah mengorganisir berbagai macam pengalaman yang didapat melalui internet ini, ya kita sebut saja dia sebagai collective unconsciousness.
B.     Penerapan Etika Pemanfaatan Internet Sebagai Alat Penelitian
Penerapan etika dalam  pemanfaatan media internet dapat berbeda-beda tergantung pada teknologi internet yang digunakan dan model  penelitiannya. Berikut ini merupakan contoh secara garis besar penerapan etika dalam pemanfaatan internet untuk alat penelitian:
1.      Online Partisipan Dalam pengambilan data yang melibatkan online partisipan terdapat dua kunci dimensi yang mengatur  penelitian di internet (Hardiker 2012), yaitu:
·         Apakah partisipan dapat diidentifikasi ataukah anonim
·         Apakah ada persetujuan dari  partisipan untuk mengambil bagian atau mengikuti penelitian, atau apakah mereka diamati tanpa sepengetahuan mereka.
 Kedua dimensi tersebut muncul terutama karena dari tidak adanya kontak fisik antara peneliti dan partisipan, dan kedua dimensi tersebut secara tidak langsung akan membawa sejumlah isu etika tersendiri. Pada dasarnya, online  partisipan yang terlibat pada penelitian melalui internet berhak atas  pertimbangan etika yang sama seperti mereka yang terlibat dalam penelitian manual. Dalam pengambilan data melalui online  partisipan, seyogyanya calon partisipan diberitahu tentang hal-hal berikut (Springfield 2014) :
a.       Tujuan penelitian
b.      Prosedur yang harus diikuti dalam  pengumpulan data
c.       Waktu yang dibutuhkan untuk  partisipasi
d.      Pemberitahuan bahwa partisipasi  bersifat sukarela dan dapat menghentikan partisipasi setiap saat, atau memilih misalnya tidak untuk menjawab pertanyaan tertentu tanpa hukuman
e.       Kerahasiaan atau anonimitas akan dijaga
f.       Resiko, potensi ketidaknyamanan, atau efek samping (misalnya gangguan emosi yang disebabkan oleh menjawab pertanyaan yang sensitif)
g.      Manfaat dari partisipasi
h.      Insentif untuk partisipasi (jika ada)
i.        Identifikasi siapa yang akan memiliki akses ke data, berapa lama data akan dilindungi
j.        Pernyataan yang menegaskan bahwa survei web dilindungi password dan menggunakan server yang aman tanpa pencantuman informasi identitas
k.      Contact person peneliti
l.        Pernyataan bahwa peserta telah membaca informasi mengenai  penelitian, semua pertanyaan telah dijawab, dan kesediaannya untuk mengisi kuesioner atau berpartisipasi dalam penelitian
m.    Memberi akses ke hasil yang bisa  berupa ringkasan atau abstrak melalui posting pada web atau dikirim melalui e-mail, dsb.

2.      Pengambilan data yang sudah ada (existing data)
Data yang hanya dapat diakses melalui izin khusus atau registrasi / login (dengan username dan password) umumnya tidak dianggap publik. Ketika menentukan apakah ada atau tidak data yang bersifat publik, peneliti harus memutuskan tingkat privasinya. Jika ditentukan bahwa data tidak ditujukan untuk kepentingan umum, data harus dianggap privasi. Sebagai contoh, data yang tersedia di Wikileaks secara teknis  publik tetapi terdapat informasi tentang individu yang tidak diizinkan untuk dipublikasikan. (http://en.wikipedia.org /wiki/WikiLeaks).

3.      Memanfaatkan Chatroom
Pengambilan survei online kadang memerlukan online pertisipan. Salah satu cara untuk mendapatkan partisipan adalah bergabung pada chatroom. Apabila bergabung pada suatu chatroom perlu diketahui bahwa anggota dalam chatroom bisa jadi tidak nyaman dengan kehadiran peneliti dan peneliti harus menghormati hal demikian. Salah satu teknik yang disarankan adalah bagi para  peneliti untuk membuat chatroom mereka sendiri yang hanya untuk tujuan  penelitian. Peneliti mengajak orang  bergabung dalam chatroom-nya dengan mengirim pesan yang berisi informasi tentang studi/penelitian dan meminta  persetujuan orang yang diajaknya. Ini adalah cara yang baik untuk memastikan  bahwa semua peserta sepenuhnya menyadari penelitian dan telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam  penelitian.




C.    Faktor Penyebab dan Upaya Pencegahan Tindak Plagiat
Terjadinya plagiat bisa saja terjadi karena provokasi teman, atau sahabat yang tidak memperhatikan unsur plagiat terhadap suatu karya tersebut sehingga menyebabkan terjadinya plagiat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya plagiarisme pada karya tulis, antara lain sebagai berikut:
1.      Kejujuran pada diri seorang penulis.  Kejujuran merupakan dasar untuk menegakkan kebenaran, termasuk menegakkan dan membangun kebenaran ilmiah sangat diperlukan kejujuran. Kejujuran merupakan nilai nurani (lubuk hati yang paling dalam) yang hakekatnya tidak bisa dibuat-buat, tetapi bisa ditempa melalui pendidikan moral atau mental, kemudian diperkaya dengan ilmu pengetahuan.  Suatu kejujuran yang hakiki hanya diketahui secara pasti oleh diri sendiri dan oleh Allah, sedangkan orang lain hanya bisa mengetahui ekspresi dari kejujurannya itu.  Hanya diri sendiri dan Allah yang benar-benar tahu bahwa materi yang dikemukakan dalam bentuk kalimat ataupun data pada karya tulisnya itu asli milik dirinya atau bersumber dari karya tulis orang lain.  Kadang-kadang seorang penulis ingin mengemukakan kalimat (konsep, teori, ataupun pernyataan) serta data (baik gambar maupun angka) yang bersumber dari tulisan orang lain, namun tidak tahu cara merujuk sumber secara benar.  Di sinilah diperlukan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan tata tulis; membuat kalimat yang benar, mengutip kalimat baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung, mengutip gambar dan/atau angka, dan lain sebagainya.
2.      Pengakuan terhadap karya orang lain.  Pengakuan terhadap karya orang lain yang dijadikan bahan pustaka merupakan salah satu tindakan jujur seorang penulis karena hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.  Pengakuan terhadap karya orang lain dapat terekspresikan pada cara pengutipan kalimat dan data yang dituangkan dalam isi tulisan, cara penulisan daftar pustaka, dan pada kata pengantar maupun sanwacana.
3.      Meningkatkan peran pendidik dalam mencegah plagiarisme.  Pendidik dalam segala tingkatan institusi pendidikan memiliki kewajiban membimbing anak didiknya dalam segala aspek pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulumnya.  Seorang pendidik yang diberi tugas pimpinan untuk membimbing anak didiknya dalam penulisan karya tulis ilmiah atau skripsi harus menjalankan peranannya secara baik dan penuh tanggungjawab.  Peranan seorang pembimbing sangat banyak, antara lain:
a.       Memberi ide penelitian atau karya tulis ilmiah ketika siswa yang dibimbingnya tidak mempunyai ide yang sesuai dengan bidangnya.
b.      Memberikan arahan tentang garis besar atau kerangka isi karya tulis ilmiah yang akan dibuat.
c.       Membimbing tata cara penulisan dan metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
d.      Membimbing cara pengolahan dan penyajian data yang akan dituliskan dalam karya tulis ilmiahnya.
e.       Memberikan arahan tentang interpretasi serta pembahasan data yang telah diperoleh.
f.       Membaca secara teliti semua yang dituliskan bimbingannya dalam karya tulis ilmiah.
g.      Memberikan masukkan atau koreksi terhadap segala kekurangan yang dijumpai pada karya tulis bimbingannya mencakup kaidah penulisan kalimat, cara merujuk suatu sumber pustaka, dan kaidah keilmuan.\
h.      Memberikan teladan atau contoh yang baik dan benar berkaitan dengan pembuatan karya tulis ilmiah.
Jika peran pendidik dijalankan dengan baik, maka plagiarisme dapat berkurang.  Hal ini secara langsung dapat mendorong terciptanya kejujuran ilmiah untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Pendidik harus menjadi teladan atau contoh yang baik dan benar, jangan sampai pendidik sendiri yang justru menjadi plagiator (orang yang melakukan plagiarisme).  Masalah seperti ini sangat mungkin terjadi karena menyangkut moral individu seseorang.  Misalnya, pembimbing skripsi yang menulis karya tulis ilmiah persis isinya dengan isi sebuah skripsi mahasiswa bimbingannya mulai dari pendahuluan hingga kesimpulan tanpa mecantumkan nama penulis skripsi dalam jurnal ilmiah (publikasi resmi).  Ada ketentuan bagaimana cara merujuk data dari sebuah skripsi atau beberapa buah skripsi bimbingannya untuk ditulis kembali menjadi sebuah tulisan.  Pendidik harus lebih mengetahui tentang ketentuan yang dimaksud agar mahasiswa bimbingannya bisa terdidik dengan lebih baik lagi.
1.      Meningkatkan peran pemeriksa karya tulis ilmiah dalam mencegah plagiarisme.  Pemeriksa karya tulis ilmiah bertugas untuk memeriksa kelayakan karya tulis dalam berbagai aspek, misalnya: kelayakan bidang ilmu (baik relevansi bidang ilmu maupun mutu isinya), kelayakan format, dan kebahasaan termasuk kaidah pengutipan yang benar.  Pemeriksa karya tulis ilmiah harus benar-benar memeriksa/membaca karya tulis ilmiah yang ditugasi kepadanya, baik karya tulis ilmiah untuk kenaikan pangkat para guru, para dosen, para peneliti, maupun untuk dipublikasi.  Pemeriksaan yang dilakukan secara cermat namun tidak bermaksud menghambat karir seseorang sangat efektif dalam mencegah terjadinya plagiarisme pada karya tulis ilmiah.  Pada bagian ini, keteladanan juga sangat diperlukan terutama bagi para pemeriksa karya tulis ilmiah agar plagiarisme tidak terjadi pada paper, kertas kerja, makalah seminar (proseding seminar), makalah workshop, ataupun pada makalah jurnal/buletin.
2.      Menyebarkan informasi hasil penelitian dan karya tulis lainnya melalui publikasi dalam jurnal ataupun buletin ilmiah.  Publikasi tersebut dimaksudkan untuk menyebarluaskan informasi perkembangan IPTEKS melalui karya tulis ilmiah agar memperkaya kasanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat, agar bisa dijadikan bahan pustaka bagi para peneliti dan akademisi, agar bisa dilakukan kajian/penelitian lebih lanjut oleh ilmuwan yang memiliki minat bidang ilmu yang sama.  Jika para pembaca mengerti maksud dan tujuan publikasi karya tulis ilmiah serta memanfaatkannya dengan benar sesuai dengan maksud dan tujuan tadi, maka plagiarisme dapat ditekan.  Keteladanan para penulis kelas kaliber justru sangat diperlukan agar plagiarisme tidak terjadi pada karya tulis ilmiah yang dipublikasi dalam jurnal/buletin.



DAFTAR PUSTAKA
1.      http://en.wikipedia.org/wiki/Collective_consciousness. Diakses 18 Januari 2015
2.      Springfield College. 2014. Ethical Issues and Guidelines for Internet Research. (http://www3.spfldcol.edu/homepage/dept.nsf/16cc582eb9c4d76e8525711f00602b1a/$FILE/Ethical_Issues_ and_Guidelines_for_Internet_Research.doc). diakses 18 Januari 2015