INTERNET ADDICTION DISORDER
A.
Peran
Internet dalam Mediasi serta Hubungannya dengan Kondisi
Consciousness
dan Collective Unconsciousness.
Setelah kita mengetahui penjelasan
mengenai The Global Brain, kali ini pembahasan selanjutnya adalah tentang Peran
Internet sebagai Mediasi yang memungkinkan terbentuknya berbagai model atau
kondisi consciousness dan dapat pula yang collective unicosiouness. Dalam arti
Model of Consciousness adalah penjelasan teoritis yang menghubungkan antara
bagian kesadaran dalam otak manusia dan fenomena kesadaran. Kesadaran menurut
Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran selalu
terarah pada etre-en-sio (ada-begitu-saja) atau berhadapan dengannya. Situasi
dimana kesadaran berhadapan oleh Sartre disebut etre-pour-soi
(ada-bagi-dirinya). Sedangkan pengertian Model Collective Unconsciousness
adalah bagian dari psikoanalisis yang dikemukakan oleh Carl Jung, Collective Unconsciousness
adalah bagian dari unconscious mind yang terdapat di dalam manusia dan semua
bentuk kehidupan yang memiliki sistem saraf, dan menjelaskan seperti apa itu
struktur dari psyche yang secara otomatis mengorganisir berbagai macam
pengalaman. Atau dalam kata lain sebagai seperangkat keyakinan bersama, gagasan
dan sikap moral yang yang beroperasi sebagai kekuatan pemersatu dalam
masyarakat.Jadi dapat di ketahui pemahaman tentang internet itu mempunyai peran
yang besar juga untuk sebagai mediator dalam terbentuknya berbagai model
consciousness yang juga mendorong terbentuknya collective unconsciousness,
karena kita dapat melakukan aplikasi internet ini dengan mudah dan parktis
untuk mengakses berbagai macam informasi dari seluruh dunia.
Jadi kita juga termasuk hidup yang
beruntung karena hidup dijaman moderen yang serba sudah dan dengan ada
munculnya berbagai model consciousness karena literatur yang mudah didapat
tentu saja akan menggiring kita secara tidak sadar telah mengorganisir berbagai
macam pengalaman yang didapat melalui internet ini, ya kita sebut saja dia
sebagai collective unconsciousness.
B.
Penerapan
Etika Pemanfaatan Internet Sebagai Alat Penelitian
Penerapan etika dalam pemanfaatan
media internet dapat berbeda-beda tergantung pada teknologi internet yang
digunakan dan model penelitiannya. Berikut ini merupakan contoh secara
garis besar penerapan etika dalam pemanfaatan internet untuk alat penelitian:
1.
Online Partisipan Dalam pengambilan
data yang melibatkan online partisipan terdapat dua kunci dimensi yang mengatur
penelitian di internet (Hardiker 2012), yaitu:
·
Apakah partisipan dapat diidentifikasi
ataukah anonim
·
Apakah ada persetujuan dari
partisipan untuk mengambil bagian atau mengikuti penelitian, atau apakah
mereka diamati tanpa sepengetahuan mereka.
Kedua dimensi tersebut muncul terutama karena
dari tidak adanya kontak fisik antara peneliti dan partisipan, dan kedua
dimensi tersebut secara tidak langsung akan membawa sejumlah isu etika
tersendiri. Pada dasarnya, online partisipan yang terlibat pada
penelitian melalui internet berhak atas pertimbangan etika yang sama
seperti mereka yang terlibat dalam penelitian manual. Dalam pengambilan data
melalui online partisipan, seyogyanya calon partisipan diberitahu tentang
hal-hal berikut (Springfield 2014) :
a. Tujuan
penelitian
b. Prosedur
yang harus diikuti dalam pengumpulan data
c. Waktu
yang dibutuhkan untuk partisipasi
d. Pemberitahuan
bahwa partisipasi bersifat sukarela dan dapat menghentikan partisipasi
setiap saat, atau memilih misalnya tidak untuk menjawab pertanyaan tertentu
tanpa hukuman
e. Kerahasiaan
atau anonimitas akan dijaga
f. Resiko,
potensi ketidaknyamanan, atau efek samping (misalnya gangguan emosi yang
disebabkan oleh menjawab pertanyaan yang sensitif)
g. Manfaat
dari partisipasi
h. Insentif
untuk partisipasi (jika ada)
i.
Identifikasi siapa yang akan memiliki
akses ke data, berapa lama data akan dilindungi
j.
Pernyataan yang menegaskan bahwa survei web
dilindungi password dan menggunakan server yang aman tanpa pencantuman
informasi identitas
k. Contact
person peneliti
l.
Pernyataan bahwa peserta telah membaca
informasi mengenai penelitian, semua pertanyaan telah dijawab, dan
kesediaannya untuk mengisi kuesioner atau berpartisipasi dalam penelitian
m. Memberi
akses ke hasil yang bisa berupa ringkasan atau abstrak melalui posting
pada web atau dikirim melalui e-mail, dsb.
2.
Pengambilan data yang sudah ada (existing
data)
Data yang hanya dapat
diakses melalui izin khusus atau registrasi / login (dengan username dan
password) umumnya tidak dianggap publik. Ketika menentukan apakah ada atau
tidak data yang bersifat publik, peneliti harus memutuskan tingkat privasinya.
Jika ditentukan bahwa data tidak ditujukan untuk kepentingan umum, data harus
dianggap privasi. Sebagai contoh, data yang tersedia di Wikileaks secara teknis
publik tetapi terdapat informasi tentang individu yang tidak diizinkan
untuk dipublikasikan. (http://en.wikipedia.org /wiki/WikiLeaks).
3.
Memanfaatkan Chatroom
Pengambilan survei
online kadang memerlukan online pertisipan. Salah satu cara untuk mendapatkan
partisipan adalah bergabung pada chatroom. Apabila bergabung pada suatu chatroom
perlu diketahui bahwa anggota dalam chatroom bisa jadi tidak nyaman dengan
kehadiran peneliti dan peneliti harus menghormati hal demikian. Salah satu
teknik yang disarankan adalah bagi para peneliti untuk membuat chatroom mereka
sendiri yang hanya untuk tujuan penelitian. Peneliti mengajak orang
bergabung dalam chatroom-nya dengan mengirim pesan yang berisi informasi
tentang studi/penelitian dan meminta persetujuan orang yang diajaknya.
Ini adalah cara yang baik untuk memastikan bahwa semua peserta sepenuhnya
menyadari penelitian dan telah menyetujui untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
C.
Faktor
Penyebab dan Upaya Pencegahan Tindak Plagiat
Terjadinya
plagiat bisa saja terjadi karena provokasi teman, atau sahabat yang tidak memperhatikan
unsur plagiat terhadap suatu karya tersebut sehingga menyebabkan terjadinya
plagiat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya
plagiarisme pada karya tulis, antara lain sebagai berikut:
1. Kejujuran pada diri seorang penulis.
Kejujuran merupakan dasar untuk menegakkan kebenaran, termasuk menegakkan dan
membangun kebenaran ilmiah sangat diperlukan kejujuran. Kejujuran
merupakan nilai nurani (lubuk hati yang paling dalam) yang hakekatnya tidak
bisa dibuat-buat, tetapi bisa ditempa melalui pendidikan moral atau mental,
kemudian diperkaya dengan ilmu pengetahuan. Suatu kejujuran yang hakiki
hanya diketahui secara pasti oleh diri sendiri dan oleh Allah, sedangkan orang
lain hanya bisa mengetahui ekspresi dari kejujurannya itu. Hanya diri sendiri
dan Allah yang benar-benar tahu bahwa materi yang dikemukakan dalam bentuk
kalimat ataupun data pada karya tulisnya itu asli milik dirinya atau bersumber
dari karya tulis orang lain. Kadang-kadang seorang penulis ingin
mengemukakan kalimat (konsep, teori, ataupun pernyataan) serta data (baik
gambar maupun angka) yang bersumber dari tulisan orang lain, namun tidak tahu
cara merujuk sumber secara benar. Di sinilah diperlukan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan tata tulis; membuat kalimat yang benar, mengutip
kalimat baik kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung, mengutip gambar
dan/atau angka, dan lain sebagainya.
2. Pengakuan terhadap karya orang
lain. Pengakuan terhadap karya orang lain yang
dijadikan bahan pustaka merupakan salah satu tindakan jujur seorang penulis
karena hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pengakuan terhadap karya orang lain dapat
terekspresikan pada cara pengutipan kalimat dan data yang dituangkan dalam isi
tulisan, cara penulisan daftar pustaka, dan pada kata pengantar maupun
sanwacana.
3. Meningkatkan peran pendidik dalam
mencegah plagiarisme. Pendidik dalam segala tingkatan
institusi pendidikan memiliki kewajiban membimbing anak didiknya dalam segala
aspek pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kurikulumnya. Seorang
pendidik yang diberi tugas pimpinan untuk membimbing anak didiknya dalam
penulisan karya tulis ilmiah atau skripsi harus menjalankan peranannya secara
baik dan penuh tanggungjawab. Peranan seorang pembimbing sangat banyak,
antara lain:
a. Memberi
ide penelitian atau karya tulis ilmiah ketika siswa yang dibimbingnya tidak
mempunyai ide yang sesuai dengan bidangnya.
b. Memberikan
arahan tentang garis besar atau kerangka isi karya tulis ilmiah yang akan
dibuat.
c. Membimbing
tata cara penulisan dan metode penelitian yang sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
d. Membimbing
cara pengolahan dan penyajian data yang akan dituliskan dalam karya tulis
ilmiahnya.
e. Memberikan
arahan tentang interpretasi serta pembahasan data yang telah diperoleh.
f. Membaca
secara teliti semua yang dituliskan bimbingannya dalam karya tulis ilmiah.
g. Memberikan
masukkan atau koreksi terhadap segala kekurangan yang dijumpai pada karya tulis
bimbingannya mencakup kaidah penulisan kalimat, cara merujuk suatu sumber
pustaka, dan kaidah keilmuan.\
h. Memberikan
teladan atau contoh yang baik dan benar berkaitan dengan pembuatan karya tulis
ilmiah.
Jika
peran pendidik dijalankan dengan baik, maka plagiarisme dapat berkurang.
Hal ini secara langsung dapat mendorong terciptanya kejujuran ilmiah untuk
memperoleh kebenaran ilmiah. Pendidik harus menjadi teladan atau contoh yang
baik dan benar, jangan sampai pendidik sendiri yang justru menjadi plagiator
(orang yang melakukan plagiarisme). Masalah seperti ini sangat mungkin
terjadi karena menyangkut moral individu seseorang. Misalnya, pembimbing
skripsi yang menulis karya tulis ilmiah persis isinya dengan isi sebuah skripsi
mahasiswa bimbingannya mulai dari pendahuluan hingga kesimpulan tanpa
mecantumkan nama penulis skripsi dalam jurnal ilmiah (publikasi resmi).
Ada ketentuan bagaimana cara merujuk data dari sebuah skripsi atau beberapa
buah skripsi bimbingannya untuk ditulis kembali menjadi sebuah tulisan.
Pendidik harus lebih mengetahui tentang ketentuan yang dimaksud agar mahasiswa
bimbingannya bisa terdidik dengan lebih baik lagi.
1. Meningkatkan
peran pemeriksa karya tulis ilmiah dalam mencegah plagiarisme. Pemeriksa
karya tulis ilmiah bertugas untuk memeriksa kelayakan karya tulis dalam
berbagai aspek, misalnya: kelayakan bidang ilmu (baik relevansi bidang ilmu
maupun mutu isinya), kelayakan format, dan kebahasaan termasuk kaidah
pengutipan yang benar. Pemeriksa karya tulis ilmiah harus benar-benar
memeriksa/membaca karya tulis ilmiah yang ditugasi kepadanya, baik karya tulis
ilmiah untuk kenaikan pangkat para guru, para dosen, para peneliti, maupun
untuk dipublikasi. Pemeriksaan yang dilakukan secara cermat namun tidak
bermaksud menghambat karir seseorang sangat efektif dalam mencegah terjadinya
plagiarisme pada karya tulis ilmiah. Pada bagian ini, keteladanan juga
sangat diperlukan terutama bagi para pemeriksa karya tulis ilmiah agar
plagiarisme tidak terjadi pada paper, kertas kerja, makalah seminar (proseding
seminar), makalah workshop, ataupun pada makalah jurnal/buletin.
2. Menyebarkan
informasi hasil penelitian dan karya tulis lainnya melalui publikasi dalam
jurnal ataupun buletin ilmiah. Publikasi tersebut dimaksudkan untuk
menyebarluaskan informasi perkembangan IPTEKS melalui karya tulis ilmiah agar
memperkaya kasanah ilmu pengetahuan bagi masyarakat, agar bisa dijadikan bahan
pustaka bagi para peneliti dan akademisi, agar bisa dilakukan kajian/penelitian
lebih lanjut oleh ilmuwan yang memiliki minat bidang ilmu yang sama. Jika
para pembaca mengerti maksud dan tujuan publikasi karya tulis ilmiah serta
memanfaatkannya dengan benar sesuai dengan maksud dan tujuan tadi, maka
plagiarisme dapat ditekan. Keteladanan para penulis kelas kaliber justru
sangat diperlukan agar plagiarisme tidak terjadi pada karya tulis ilmiah yang
dipublikasi dalam jurnal/buletin.
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://en.wikipedia.org/wiki/Collective_consciousness.
Diakses 18 Januari 2015
2. Springfield
College. 2014. Ethical Issues and Guidelines for Internet Research. (http://www3.spfldcol.edu/homepage/dept.nsf/16cc582eb9c4d76e8525711f00602b1a/$FILE/Ethical_Issues_ and_Guidelines_for_Internet_Research.doc).
diakses 18 Januari 2015
4. http://staff.unila.ac.id/indriyanto/2012/01/17/cara-mencegah-plagiarisme/.
Diakses 18 Januari 2015
5. http://hukum.kompasiana.com/2012/01/22/penyebab-terjadinya-plagiat-dan-cara-mengatasinya-432570.html.
diakses 18 Januari 2015