HUBUNGAN
INTERPERSONAL
a. Pengertian
Hubungan Interpersonal
Menurut Pearson (1983) manusia adalah makhluk
sosial. Artinya kita tidak mungkin menjalin hubungan dengan diri sendiri, kita
selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Mencoba untuk mengenali dan
memahami kebutuhan satu sama lain, membentuk interaksi, serta berusaha
mempertahankan interaksi tersebut. Hubungan interpersonal (antar pribadi)
adalah hubungan yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang memiliki
ketergantungan satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten.
Ketika akan menjalin hubungan interpersonal, akan terdapat suatu proses
dan biasanya dimulai dengan interpersonal
attraction.
b. Model
Hubungan Interpersonal
Hubungan
interpersonal mempunyai 4 model yang diantaranya meliputi:
1. Model
pertukaran sosial (social exchange model).
Hubungan interpersonal
diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena
mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan
tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat
negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2. Model
peranan (role model).
Hubungan interpersonal
diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya
sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu
bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role
demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik
peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan
dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan
peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan
memainkan peranan tertentu.
3. Model
permainan (games people play model).
Model menggunakan
pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam
berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian
dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu:
·
Kepribadian orang tua (aspek kepribadian
yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang
dianggap sebagi orang tua).
·
Kepribadian orang dewasa (bagian
kepribadian yang mengolah informasi secara rasional).
·
Kepribadian anak (kepribadian yang
diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi
intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan).
4. Model
Interaksional (interacsional model).
Model ini memandang
hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat
struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model
pertukaran, peranan dan permainan.
c. Memulai
Hubungan Interpersonal
Adapun
tahap-tahap dalam hubungan interpersonal yakni meliputi:
1. Pembentukan.
Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal
menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan
nilai pihak yang lain. Bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R.
Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori,
yaitu:
·
Informasi demografis.
·
Sikap dan pendapat (tentang orang atau
objek).
·
Rencana yang akan dating.
·
Kepribadian.
·
Perilaku pada masa lalu.
·
Orang lain serta;
·
Hobi dan minat.
2. Peneguhan
Hubungan.
Hubungan interpersonal
tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan
memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk
mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu:
·
Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan
kasih sayang antara komunikan dan komunikator.
·
Kontrol (kesepakatan antara kedua belah
pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan siapakah yang lebih dominan
didalam komunikasi tersebut).
·
respon yang tepat (feedback atau umpan
balik yang akan terima jangan sampai komunikator salah memberikan informasi
sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback yang tepat).
·
Nada emosional yang tepat (keserasian
suasana emosi saat komunikasi sedang berlangsung).
d. Hubungan
Peran
1. Model
peran.
Menganggap hubungan
interpersonal sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan
peranannya sesuai dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan
interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan
peranannya.
2. Model
Interaksional.
Model ini memandang
hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat
strukural, integratif dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem
yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Pemutusan
Hubungan Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among Humans,
setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan,
yaitu:
·
Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha
memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan
kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
·
Dominasi, dimana salah satu pihak
berusaha mengendalikan pihak lainsehingga orang tersebut merasakan hak-haknya
dilanggar.
·
Kegagalan, dimana masing-masing berusaha
menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai.
·
Provokasi, dimana salah satu pihak
terus-menerus berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.
·
Perbedaan nilai, dimana kedua pihak
tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.
e. Intimasi
dan Hubungan Pribadi.
Pendapat
beberapa ahli mengenai intimasi, di antara lain yaitu:
·
Shadily dan Echols (1990) mengartikan
intimasi sebagai kelekatan yang kuat yang didasarkan oleh saling percaya dan
kekeluargaan.
·
Sullivan (Prager, 1995) mendefinisikan
intimasi sebagai bentuk tingkah laku penyesuaian seseorang untuk
mengekspresikan akan kebutuhannya terhadap orang lain.
·
Steinberg (1993) berpendapat bahwa suatu
hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara dua individu yang didasari
oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk memperlihatkan pribadi
masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif serta saling berbagi
kegemaran dan aktivitas yang sama.
·
Levinger & Snoek (Brernstein dkk,
1988) merupakan suatu bentuk hubungan yang berkembang dari suatu hubungan yang
bersifat timbal balik antara dua individu. Keduanya saling berbagi pengalaman
dan informasi, bukan saja pada hal-hal yang berkaitan dengan fakta-fakta umum
yang terjadi di sekeliling mereka, tetapi lebih bersifat pribadi seperti
berbagi pengalaman hidup, keyakinan-keyakinan, pilihan-pilihan, tujuan dan
filosofi dalam hidup. Pada tahap ini akan terbentuk perasaan atau keinginan
untuk menyayangi, memperdulikan, dan merasa bertangung jawab terhadap hal-hal
tertentu yang terjadi pada orang yang dekat dengannya.
·
Atwater (1983) mengemukakan bahwa
intimasi mengarah pada suatu hubungan yang bersifat informal, hubungan
kehangatan antara dua orang yang diakibatkan oleh persatuan yang lama. Intimasi
mengarah pada keterbukaan pribadi dengan orang lain, saling berbagi pikiran dan
perasaan mereka yang terdalam. Intimasi semacam ini membutuhkan komunikasi yang
penuh makna untuk mengetahui dengan pasti apa yang dibagi bersama dan
memperkuat ikatan yang telah terjalin. Hal tersebut dapat terwujud melalui
saling berbagi dan membuka diri, saling menerima dan menghormati, serta
kemampuan untuk merespon kebutuhan orang lain (Harvey dan Omarzu dalam Papalia
dkk, 2001).
Dimensi
Intimasi:
Ø Intensity
Ø Commitment
Ø Emotion
Ø Sexuality
Ø Gender
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Keintiman
Atwater
(1983) mengatakan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keintiman, yaitu:
Ø Saling
terbuka
Saling berbagi pikiran
dan perasaan yang dalam, serta rasa saling percaya diperlukan untuk membina dan
mempertahankan keintiman.
Ø Kecocokan
pribadi
Adanya kesamaan atau
kemiripan latar belakang, kebudayaan, pendidikan dan persamaan lain yang
membuat pasangan memiliki kecocokan. Meskipun begitu, beberapa perbedaan pasti
akan muncul di dalam suatu hubungan, maka yang terpenting adalah bagaimana
mengatasinya. Dengan demikian, bukan tidak mungkin dengan adanya perbedaan
individu tidak dapat melengkapi satu sama lain.
Ø Penyesuaian
diri dengan pasangan
Berusaha mengerti
pandangan pasangan, memahami sikap dan perasaan pasangan. Dalam hal ini
ditekankan pentingnya berkomunikasi secara efektif, yaitu kemampuan untuk
mendengarkan secara efektif dan memberikan respon dengan cara tidak mengadili.
Hal ini akan menciptakan rasa saling percaya dan penerimaan pada pasangan.
Gaya Interaksi yang
Intim
Orang dewasa
menunjukkan gaya interaksi intim yang berbeda-beda. Orlofsky (dalam Santrock,
2004) membuat klasifikasi yang terdiri atas lima gaya hubungan yang intim:
·
Gaya yang intim (intimate style):
Individu membentuk dan memelihara satu atau lebih hubungan cinta yang mendalam
dan lama.
·
Gaya pra-intim (preintimate style):
Individu menunjukkan emosi yang tercampur aduk mengenai komitmen, suatu
ambivalensi yang tercermin dalam strategi menawarkan cinta tanpa kewajiban atau
ikatan yang tahan lama.
·
Gaya yang stereotip (stereotyped style):
Individu memiliki hubungan artificial yang senderung didominasi oleh ikatan
persahabatan dengan orang yang berjenis kelamin sama daripada yang berjenis
kelamin yang berlawanan.
·
Gaya intim yang semu (pseudointimate style):
Individu memelihara attachment seksual dalam waktu yang lama dengan kadar
kedekatan yang sedikit atau tidak dalam.
·
Gaya yang mandiri (isolated style):
Individu menarik diri dari perjumpaan sosial dan memiliki attachment yang
sedikit atau tidak sama sekali dengan individu yang berjenis kelamin sama atau
yang berlawanan.
f.
Intimacy dan Pertumbuhan
Menurut
Crooks & baur, (1983) ada beberapa tahapan perkembangan terjadinya iintimasi,
yaitu sebagai berikut:
·
Penerimaan diri
Erikson dalam Crooks
& Baur, (1983) percaya bahwa penerimaan diri yang positif adalah suatu
persyaratan untuk suatu hubungan yang memuaskan. Dengan perasaan positif,
individu yang dapat menerima diri dapat menjadi fondasi untuk menjalin intimasi
di dalam hubungan.
·
Saling berinteraksi
Bila ada interaksi yang
berjalan di antara dua individu maka hal tersebut dapat menjadi dasar yang baik
di dalam suatu hubungan yang positif.
·
Memberi tanggapan
Jenis-jenis respon atau
tanggapan tertentu, misalnya dengan individu saling mendengarkan, mengerti, dan
memahami pandangan maka kelestarian hubungan akan terjaga.
·
Perhatian
Perhatian yang
dicurahkan oleh individu dapat memotivasikan pasangan dan menjaga kesejahteraan
hubungan.
·
Rasa percaya
Dengan rasa percaya
bahwa pasangan akan berlaku secara konsisten, berusaha untuk membina
pertumbuhan dan mempertahankan stabilitas hubungan, maka keutuhan hubungan akan
selalu terjaga.
·
Kasih saying
Pengekspresian kasih
sayang kepada pasangan dapat meningkatkan jalinan intimasi diantara pasangan.
·
Kemampuan untuk bergembira bersama
pasangan
Individu dapat
mengutarakan kegembiraan dan kesenangan dengan cara menghabiskan waktu bersama.
·
Berhubungan seksual
Kadang pasangan melakukan hal ini
untuk pengekspresian perasaannya, namun bila pasangan melakukan hal tersebut
tanpa melalui tahpan-tahapan sebelumnya, maka akan terjadi perasaan kedekatan
emosional diantara keduanya.
CINTA & PERKAWINAN
A. Pengertian
Menurut Izard (dalam Strongman, 1998), cinta dapat
mendatangkan segala jenis emosi, baik yang menyenangkan maupun yang
menyakitkan. Dalam teorinya, Robert Sternberg (1986, 1988) mengemukakan bahwa
cinta memiliki tiga dimensi, yaitu hasrat atau nafsu (passion), keintiman
(intimacy), dan komitmen/keputusan (commitment/decision).
Menurut Duvall Miller (1985), pernikahan adalah
hubungan pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang ditujukan untuk
melegalkan hubungan seksual, melegitimasi membesarkan anak, dan membangun
pembagian peran diantara sesama pasangan. Penelitian Latifah (2005) tentang,
“Fungsi dan dampak Persahabatan Lawan Jenis terhadap Kepuasan Pernikahan Dewasa
Muda dan Dewasa Madya,” menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan didukung atau
ditentukan oleh faktor-faktor adanya komunikasi dan ekspresi perasaan yang
terbuka, saling percaya, tidak adanya dominasi pasangan, hubungan seksual yang
memuaskan, kehidupan sosial, tempat tinggal, penghasilan yang cukup, anak,
keyakinan beragama, dan hubungan dengan mertua/ipar.
B. Hubungan
dalam Perkawinan
Simak
dulu pendapat Dawn J. Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage
and relationship educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap
perkembangan dalam kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang
dalam tahapan yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke
tahap berikut memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan
batas waktu yang pasti. Bisa jadi antara
pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain, memiliki waktu berbeda saat
menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan pasangan dapat saling
merasakannya.
·
Tahap pertama: Romantic Love. Saat ini
adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini
terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu
melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
·
Tahap kedua: Dissapointment or Distress.
Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan,
memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar
dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini
berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin
hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal
lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn
tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan
lagi terhadap hubungan dengan pasangannya.
Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
·
Tahap ketiga: Knowledge and Awareness.
Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan
lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga
sibuk menggali informasi tentang
bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang
sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah
tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi
perkawinan.
·
Tahap keempat : Transformation. Suami
istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku
yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi
pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah
pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan
yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan,
empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan
tentram.
·
Tahap kelima : Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi
dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan
pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini
menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah
digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri
semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real
love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki
keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya
tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
Lebih
lanjut Dawn menyarankan pula, “Jangan hancurkan hubungan pernikahan Anda dan
pasangan hanya karena merasa tak sesuai atau sulit memahami pasangan. Anda
hanya perlu sabar menjalani dan mengulang tahap perkembangan dalam pernikahan
ini. Jadikanlah kelanggengan pernikahan Anda berdua sebagai suatu hadiah
berharga bagi diri sendiri, pasangan, dan juga anak.
Ketika
pasangan (suami/istri) kedapatan beberapa kali bersikap kurang baik, anggap lah
ini sebuah ladang amal sabar. Dan jangan sekali-kali berfikir bahwa hasil dari
istikharah ternyata gagal ketika suatu hari merasa sedikit kesal mendapati
kelakukan pasangan Anda sikapnya kurang baik, harusnya tetap lah berfikir bahwa
dia memang pilihan terbaik yang Alloh pilihkan. Ketika keadaannya seperti itu
tadi, yang menjadi tantangan untuk Anda lakukan adalah menunjukan sikap yang
lebih baik dari dia, agar Anda menjadi contoh kebaikan untuknya, karena tidak
selesai hanya berharap saja dia harus lebih baik dari Anda, tetapi kita harus
melakukan sesuatu untuk menjadi jalan perubahan untuknya. Karena bisa jadi
begini, sekarang memang pasangan Anda belum baik, tapi yakin lah bahwa suatu
saat dia akan lebih baik dari Anda, kontribusi motivasi dari Anda diperlukan
juga untuknya.
Terjadinya
sebuah Ikatan tali pernikahan, tidak berarti semuanya menjadi serba cocok,
serba lancar dan jauh dari Masalah. Tidaklah begitu adanya, ada baiknya kita
perlu berfikir begini: "dia bukan aku dan aku bukan dia, aku adalah aku
begitu pun dia! tapi aku adalah bagian dari dia dan dia bagian dari aku. Karena
aku Mencintainya, jadi aku harus bisa memakluminya dan berusaha untuk terus
bersikap baik, lebih baik darinya hingga sikapku bisa menjadi contoh kebaikan
untuknya."
C. Penyesuaian
dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat pasangan
sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk kemajuan
bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari ketergantungan
pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup yang pasti
diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah perkawinan,
sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan banyak terkait
dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta terbentuknya
hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu
saja relasi yang erat dan hangat. Tapi karena adanya perbedaan kebiasaan atau
persepsi antara suami-istri, selalu ada hal-hal yang dapat menimbulkan konflik.
Dalam kondisi perkawinan seperti ini, tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga
yang harmonis. Pada dasarnya, diperlukan penyesuaian diri dalam sebuah
perkawinan, yang mencakup perubahan diri sendiri dan perubahan lingkungan. Bila
hanya mengharap pihak pasangan yang berubah, berarti kita belum melakukan
penyesuaian. Banyak yang bilang pertengkaran adalah bumbu dalam sebuah
hubungan. Bahkan bisa menguatkan ikatan cinta. Hanya, tak semua pasangan mampu
mengelola dengan baik sehingga kemarahan akan terakumulasi dan berpotensi
merusak hubungan.
D. Perceraian
dan Pernikahan Kembali
Pernikahan bukanlah akhir kisah indah bak dongeng
cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan justru banyak menemui
masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin menjadi keputusan yang
membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba untuk menghindari semua
kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan mereka tidak yakin
mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka biasanya kurang percaya
dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang berhasil karena kegagalan lama
menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan.
Apa yang akan mempengaruhi peluang untuk menikah
setelah bercerai? Ada banyak faktor. Misalnya seorang wanita muda pun bisa
memiliki kesempatan kurang dari menikah lagi jika dia memiliki beberapa anak.
Ada banyak faktor seperti faktor pendidikan, pendapatan dan sosial. Sebagai
manusia, kita memang mempunyai daya tarik atau daya ketertarikan yang tinggi
terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal yang telah kita miliki dan nikmati
untuk suatu periode tertentu akan kehilangan daya tariknya. Misalnya, Anda
mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan karena kegantengan, kelembutan
dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah menjadi sesuatu yang
biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru cenderung mempunyai daya
tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya tarik itu akan mulai
menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang terus-menerus kita
lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan.
Esensi dalam pernikahan adalah menyatukan dua
manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu kesamaan pandangan dalam
kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama. Jika ingin sukses dalam
pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan biarkan
kegagalan masa lalu mengecilkan hati. Menikah Kembali setelah perceraian bisa
menjadi pengalaman menarik. tinggalkan masa lalu dan berharap untuk masa depan
yang lebih baik.
E. Alternatif
selain Pernikahan
Paradigma terhadap lajang cenderung memojokkan.
pertanyaannya kapan menikah? Ganteng-ganteng kok ga menikah? Apakah Melajang
Sebuah Pilihan?
Ada banyak alasan untuk tetap melajang. Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi
tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam
memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang
bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak
pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi masyarakat terhadap orang yang melajang,
seiring dengan perkembangan jaman, juga berubah. Seringkali kita melihat
seorang yang masih hidup melajang, mempunyai wajah dan penampilan di atas
rata-rata dan supel. Baik pelajang pria maupun wanita, mereka pun pandai
bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup menjanjikan, tingkat pendidikan
yang baik.
Alasan yang paling sering dikemukakan oleh seorang
single adalah tidak ingin kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah
sekian lama menikmati kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa.
Jika hendak pergi, tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan
membelenggu kebebasan. Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif
dan cemburu. Banyak perusahaan lebih memilih karyawan yang masih berstatus
lajang untuk mengisi posisi tertentu. Pertimbangannya, para pelajang lebih
dapat berkonsentrasi terhadap pekerjaan. Hal ini juga menjadi alasan seorang
tetap hidup melajang.
Banyak pria menempatkan pernikahan pada prioritas
kesekian, sedangkan karir lebih mendapat prioritas utama. Dengan hidup
melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus pada pekerjaan, sehingga
promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh. Biasanya, pelajang lebih
bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota dalam jangka waktu yang
lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah. Kemapanan dan kondisi ekonomi
pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa kurang percaya diri
jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi. Sementara, perempuan lajang
merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup mandiri dan memiliki karir bagus.
Mereka bangga memiliki sesuatu yang dihasilkan dari hasil keringat sendiri.
Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Banyak yang mengatakan seorang masih melajang karena
terlalu banyak memilih atau ingin mendapat pasangan yang sempurna sehingga
sulit mendapatkan jodoh. Pernikahan adalah untuk seumur hidup. Rasanya tidak
mungkin menghabiskan masa hidup kita dengan seorang yang tidak kita cintai.
Lebih baik terlambat menikah daripada menikah akhirnya berakhir dengan
perceraian. Lajang pun lebih mempunyai waktu untuk dirinya sendiri,
berpenampilan lebih baik, dan dapat melakukan kegiatan hobi tanpa ada keberatan
dari pasangan. Mereka bebas untuk melakukan acara berwisata ke tempat yang
disukai dengan sesama pelajang. Pelajang biasanya terlihat lebih muda dari usia
sebenarnya jika dibandingkan dengan teman-teman yang berusia sama dengannya,
tetapi telah menikah.
Ketika diundang ke pernikahan kerabat, pelajang
biasanya menghindarinya. Kalaupun datang, mereka berusaha untuk berkumpul
dengan para sepupu yang masih melajang dan sesama pelajang. Hal ini untuk
menghindari pertanyaan singkat dan sederhana dari kerabat yang seusia dengan
orangtua mereka. Kapan menikah? Kapan menyusul? Sudah ada calon? Pertanyaan
tersebut, sekalipun sederhana, tetapi sulit untuk dijawab oleh pelajang. Seringkali,
pelajang juga menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila
saudara sepupu yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar.
Sementara orangtua menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak
tidak berat jodoh. Tidak dapat dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai
keinginan untuk menikah, memiliki pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka.
Apalagi melihat teman yang seumuran yang telah memiliki sepasang anak yang lucu
dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka belum menemukan pasangan atau jodoh yang
cocok di hati. Itulah alasan mereka untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan dan bukan
terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan mengakhiri masa
lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang telah cocok di
hati. Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal yang perlu ditakuti. Bukan pula
sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan pernikahan. Hanya, mereka belum
ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam suka dan duka serta menghabiskan
waktu bersama di hari tua. Arus modernisasi dan gender membuat para perempuan
Indonesia dapat menempati posisi yang setara bahkan melebihi pria. Bahkan
sekarang banyak perempuan yang mempunyai penghasilan lebih besar dari pria.
Ditambah dengan konsep pilihan melajang, terutama kota-kota besar, mendorong
perempuan Indonesia untuk hidup sendiri.
[SUMBER]
Aronson
,Elliot .(2005).social psychology .upper saddle river :person prentice hall
Hall,
S Calvin., Lindzey , Gardner., (2009). teori - teori psikodinamika,
yogyakarta:kanisius
Jalaluddin
Rakhmat (1998): Psikologi Komunikasi, Edisi 12, PT Remaja Rosdakarya Offset,
Bandung.
Papalia;
Olds & Feldman. (1998). Human development (7th ed.). Boston: McGraw Hill
Tidak ada komentar:
Posting Komentar